Kerajaan Romawi—atau lebih tepatnya Republik Romawi sebelum menjadi Kekaisaran—memiliki sistem pemerintahan yang unik dan kompleks. Salah satu jabatan paling kuat dan kontroversial dalam sistem tersebut adalah diktator. Jabatan ini diciptakan sebagai solusi darurat saat negara berada dalam krisis, tetapi pada akhirnya justru menjadi simbol runtuhnya Republik Romawi itu sendiri.
Pertanyaannya, siapakah diktator terakhir di Kerajaan Romawi? Untuk menjawabnya, kita perlu memahami konteks sejarah, fungsi diktator, dan tokoh yang paling berpengaruh dalam perubahan besar Romawi.
Apa Itu Jabatan Diktator di Romawi?
Dalam Republik Romawi, diktator bukanlah penguasa tiran seperti yang kita pahami saat ini. Awalnya, diktator adalah jabatan resmi dan sah yang diberikan dalam kondisi darurat, seperti perang atau pemberontakan.
Ciri utama jabatan diktator:
- Diangkat oleh Senat
- Masa jabatan maksimal 6 bulan
- Memiliki kekuasaan absolut
- Tidak dapat diganggu oleh veto politik
Tujuannya adalah agar keputusan penting dapat diambil dengan cepat tanpa proses birokrasi panjang.
Perubahan Makna Diktator dalam Sejarah Romawi
Seiring waktu, jabatan diktator mulai disalahgunakan. Ketika Republik Romawi semakin luas dan kompleks, konflik politik dan militer meningkat. Ambisi pribadi para jenderal mulai mengubah fungsi diktator dari jabatan sementara menjadi alat kekuasaan permanen.
Dua tokoh besar berperan penting dalam perubahan ini:
- Lucius Cornelius Sulla
- Julius Caesar
Namun, hanya satu yang benar-benar dianggap sebagai diktator terakhir Republik Romawi.
Sulla: Diktator yang Mengubah Aturan
Sebelum Julius Caesar, Sulla pernah menjabat sebagai diktator sekitar tahun 82 SM. Namun, yang membedakan Sulla adalah:
- Ia mengangkat dirinya sendiri sebagai diktator
- Tidak memiliki batas waktu jabatan
- Menggunakan kekuasaan untuk membersihkan musuh politik
- Melakukan proskripsi (daftar musuh negara)
Meski begitu, Sulla secara mengejutkan mengundurkan diri setelah merasa misinya selesai. Ia kembali menjadi warga biasa dan meninggal secara alami.
Karena itu, meskipun berbahaya, Sulla bukan diktator terakhir dalam arti historis yang menentukan.
Julius Caesar: Diktator Terakhir Republik Romawi
Jawaban paling tepat atas pertanyaan siapa diktator terakhir di Kerajaan Romawi adalah Julius Caesar.
Pada tahun 44 SM, Julius Caesar resmi diangkat sebagai:
Dictator Perpetuo (Diktator Seumur Hidup)
Ini adalah titik balik paling penting dalam sejarah Romawi.
Mengapa Julius Caesar Disebut Diktator Terakhir?
Beberapa alasan utama:
1. Jabatan Diktator Tidak Pernah Ada Lagi Setelahnya
Setelah kematian Julius Caesar, jabatan diktator dihapus secara permanen oleh Senat Romawi. Mereka takut kekuasaan absolut itu akan kembali disalahgunakan.
2. Kekuasaan Caesar Terlalu Besar
Caesar menguasai:
- Militer
- Politik
- Keuangan
- Hukum
Ia bahkan:
- Menentukan anggota Senat
- Mengendalikan pemilihan pejabat
- Mengubah kalender (kalender Julian)
Jalan Caesar Menuju Diktator Seumur Hidup
Kenaikan Caesar tidak terjadi secara tiba-tiba. Ia adalah jenderal brilian yang sukses menaklukkan Galia (sekarang Prancis). Popularitasnya di kalangan rakyat dan tentara membuat Senat merasa terancam.
Ketika Senat memerintahkannya kembali ke Roma tanpa pasukan, Caesar justru:
- Menyeberangi Sungai Rubicon
- Memicu perang saudara
- Mengalahkan Pompey dan sekutunya
Setelah itu, Caesar menjadi penguasa tunggal Romawi.
Reaksi Senat dan Ketakutan Akan Monarki
Banyak senator percaya bahwa Julius Caesar berniat:
- Menghapus Republik
- Menjadi raja (rex)
- Mewariskan kekuasaan
Bagi orang Romawi, gelar raja adalah hal yang sangat dibenci, karena mereka pernah mengusir raja terakhir pada tahun 509 SM.
Gelar diktator seumur hidup dianggap sebagai bentuk monarki terselubung.
Pembunuhan Julius Caesar
Pada 15 Maret 44 SM, yang dikenal sebagai Ides of March, Julius Caesar dibunuh oleh sekelompok senator, termasuk:
- Brutus
- Cassius
Mereka percaya bahwa membunuh Caesar akan menyelamatkan Republik.
Namun, yang terjadi justru sebaliknya.
Dampak Kematian Diktator Terakhir
Alih-alih mengembalikan Republik, kematian Caesar memicu:
- Perang saudara berkepanjangan
- Kekacauan politik
- Munculnya penguasa baru
Akhirnya, keponakan angkat Caesar, Octavianus (Augustus), muncul sebagai pemenang dan menjadi Kaisar Romawi pertama.
Dari Diktator ke Kaisar
Perbedaan penting:
- Diktator → Jabatan darurat Republik
- Kaisar → Penguasa permanen Kekaisaran
Augustus dengan cerdik:
- Tidak menyebut dirinya diktator
- Tetap mempertahankan simbol Republik
- Menguasai segalanya secara de facto
Dengan demikian, Republik Romawi resmi berakhir, dan Kekaisaran Romawi dimulai.
Apakah Caesar Bisa Disebut Raja?
Secara resmi, Julius Caesar bukan raja, tetapi:
- Kekuasaan absolut
- Jabatan seumur hidup
- Pengaruh tak terbatas
Membuatnya secara praktik setara, bahkan lebih kuat dari raja.
Inilah mengapa ia begitu ditakuti.
Kesimpulan: Siapa Diktator Terakhir Romawi?
Jawaban akhirnya adalah:
Julius Caesar adalah diktator terakhir dalam sejarah Republik Romawi
Setelah kematiannya:
- Jabatan diktator dihapus
- Republik runtuh
- Kekaisaran lahir
Caesar menjadi simbol transisi paling penting dalam sejarah Romawi, dari negara republik menuju kekaisaran yang akan bertahan lebih dari 400 tahun di Barat dan 1.000 tahun di Timur.
Penutup
Kisah diktator terakhir di Kerajaan Romawi bukan hanya tentang satu orang, tetapi tentang ambisi, kekuasaan, dan ketakutan akan tirani. Julius Caesar bukan sekadar jenderal atau politisi, melainkan tokoh yang mengubah arah sejarah dunia Barat.
Keputusannya, keberhasilannya, dan kematiannya membentuk fondasi Kekaisaran Romawi yang pengaruhnya masih terasa hingga hari ini.